Cerpen: Tukang Parkir, Mueeza dan 13 Ekor Kucing

Langit Yogyakarta sedang menguning dengan indahnya, pertanda sore hari akan tiba. Tiba di jalan Seturan tepatnya di Gang Durian, di tempat bangunan yang sisa kebakaran, ada sekelompok kucing tengah duduk manis seperti menunggu seseorang. Jika dihitung, total ada 14 kucing. Mulai dari yang berwarna oranye hingga ada yang mengidap Odd Eye Cat. Odd Eye Cat merupakan kelainan pada mata kucing yang membuat dua mata kucing memiliki warna berbeda. Kucing Odd Eye Cat ini seperti terlihat sebagai pemimpin dari 13 kucing lainnya. Ia duduk paling depan di antara 13 kucing lainnya.

Tak lama setelah empat belas kucing berkumpul, datanglah seorang laki-laki berbaju lusuh putih dengan helm warna hitam tanpa kaca. Menyambut kedatangan laki-laki tersebut, para kucing mengeong seperti pertanda rindu sudah lama tidak berjumpa. Ada garis senyum dari laki-laki yang membawa dua kresek hitam besar.

Tak perlu waktu lama, para kucing duduk mengitari laki-laki tersebut. Si kucing pengidap Odd Eye Cat mengeong dengan keras seolah-olah seperti pemimpin ‘berdoa di kelas’. Setelah itu laki-laki tersebut mengelus kepala kucing Odd Eye Cat sambil berkata ‘pintar Mueeza’. Dari situlah, diketahui pemimpin dari 13 kucing lainnya bernama Mueeza.

Mueeza adalah kucing pintar kesayangan laki-laki tersebut. Diantara 13 kucing, tidak ada satu pun kucing yang berebut ketika sesuatu dikeluarkan dari kresek hitam besar. Dari dua kresek hitam besar tersebut, terdapat roti, ayam krispi, donat hingga tempe dan tahu.

“Miaw!” Mueeza mengomando untuk menyerbu makanan yang sudah berada di tanah bak sebuah ‘prasmanan saja’. Melihat Mueeza dan 13 kucing lainnya makan dengan lahap, si laki-laki cuma bilang “Tak tinggal ndisik yo, tak markir meneh (saya tinggal dulu ya, mau markir dulu)” pungkas laki-laki tersebut pergi yang dijawab oleh Mueeza dengan satu ngeongan pertanda ucapan terima kasih.

…..

Di dekat Seturan Gang Durian, terdapat resto yang amat laris. Laki-laki tersebut terlihat gagah saat menyisir rambutnya ke kanan dengan melihat kaca spion sebagai cerminnya. Lengkap dengan seragam tukang parkir, laki-laki tersebut selalu mengomando motor yang datang dan motor yang pergi. Bersama dengan teman seprofesi, laki-laki tersebut berusaha menikmati kehidupan senikmat mungkin.

“Sampeyan teko endi to Gus? (kamu dari mana saja Gus?)” tanya tukang parkir berkaca mata hitam.

“Biasa, ngopeni anak mas (Biasa, ngerawat anak mas)” balasnya.

“Anak kucing wae kok mbuk rumat (anak kucing saja kok kamu rawat)” balas si kacamata.

Si pria bernama Agus enggan menjawab dan memilih tersenyum kepada si kaca mata.

…..

Berprofesi sebagai tukang parkir, membuat Agus hidup pas-pasan. Ia tinggal disebuah kontrakan yang ia kontrak sendiri. Orang tuanya sudah meninggal semua dan ia anak tunggal. Ia merantau jauh hingga ke Jogja. Sempat bekerja di pabrik, sebelum akhirnya pabrik alami perampingan pekerja dan Agus termasuk salah satu korban dari perampingan tersebut.

Agus tidak berkecil hati. Agus merupakan orang sederhana yang memiliki prinsip bahwa rezeki tidak hanya perkara uang. Diberi kesehatan pun juga merupakan sebuah rezeki. Ia kemudian memilih menjadi seorang tukang parkir di dekat kontrakannya. Menjadi tukang parkir ia mendapat penghasilan 150 ribu satu harinya dengan catatan ramai. Sebulan Agus bisa mendapatkan Rp4,5 juta. Dalam setahun Agus bisa menghasilkan Rp54 juta. Seperempat dari uangnya bisa untuk membayar kontrakan kecil nan kumuh miliknya. Hebatnya lagi, setengah dari penghasilan sisa membayar kontrakan, ia pakai untuk memberi makan Mueeza dan 13 kucing lainnya.

Kira-kira dalam setahun, Agus hidup hanya dengan Rp15 juta saja setelah dikurangi dengan uang kontrakan dan uang makan Mueeza dan 13 kucing. Namun satu hal yang sudah banyak orang tahu di Seturan Gang Durian, bahwa setiap harinya Agus membawa ‘prasmanan’ untuk para kucing. Agus selalu rutin memberinya makan di jam 4 sore. Mueeza dan 13 kucing lainnya juga sudah terbiasa dengan apa yang dilakukan Agus. Setiap jam 4 sore, Mueeza dan 13 kucing berkumpul di tempat bangunan sisa kebakaran.

Banyak yang bertanya, mengapa untuk memberi makan kucing saja Agus harus memberinya makanan yang enak layaknya seorang manusia. Agus lalu menjawab dengan jawaban yang cukup mengagetkan.

“Saya cuma meneladani Rasulullah. Beliau pecinta kucing. Bahkan dalam salah satu cerita beliau, kucing pernah tidur di samping beliau dengan telentang di jubah panjangnya. Ketika beliau hendak pergi, beliau lebih memilih memotong lengan jubahnya dibandingkan dengan membangunkan si kucing” jelas Agus dibarengi ngeongan si Mueeza tanda penyetujuan.

Banyak yang bertanya, mengapa kucing yang memiliki kelainan mata di beri nama Mueeza. Lalu dengan senyum, Agus menjawab, “Mueeza itu nama kucing nabi Muhammad. Pengobat rindu saya sama sosok beliau. Saya ingin bertemu dengan beliau kelak. Semoga Mueeza ini bisa jadi tiket saya ketemu Beliau” pungkas Agus dibarengi dengan ngeongan Mueeza seperti tanda mengamini.

…..

Tidak ada angin tidak ada hujan, jalanan Seturan ramai dengan pemuda-pemuda di jalanan. Entah apa yang mendasari bisa seramai itu. Yang pasti, para pemuda datang tak hanya membawa diri saja. Di tangannya terdapat gir, rantai bahkan golok. Suasana siang hari itu tak cuma terik, tetapi juga mencekam, memaksa para pengemudi putar balik menghindari jalan Seturan.

Melihat mencekamnya jalan Seturan, membuat Agus yang baru saja keluar dari kontrakan penasaran. Agus dengan berjalan agak santai, mencoba menengok ada apa di jalan Seturan. Sebelum sempat menengok, Agus sudah tidak bisa berkata-kata lagi, karena dadanya seperti tertembus oleh benda padat yang panas. Agus tergeletak seketika di jalan raya. Hanya gelap yang bisa dilihat Agus. Semenit kemudian, Agus sudah dikerubungi oleh massa, sambil berteriak ‘tolong’. Tak hanya suara manusia, terdengar jelas suara para kucing mengeong dengan kerasnya. Mueeza berlari menghampiri tubuh Agus. Ia menarik-narik baju Agus dan menggelayut di bahu Agus. Mueeza mengeong terus-terusan, bak manusia sedang berkata “Bangun Gus, Bangun!”.

…..

Tragedi tawuran di Jalan Seturan menewaskan Agus. Peluru berhasil menembus dada Agus. Pelaku masih belum ditemukan. Berhubung Agus tidak memiliki keluarga, tahap investigasinya kasus ini prosesnya sangat lama. Hingga 3 bulan, pelaku belum juga tertangkap dan sepertinya akan menguap saja. Agus dimakamkan di pemakaman dekat Seturan Gang Durian. Makamnya tak pernah sepi. Ya, Mueeza dan 13 kucing lainnya selalu setia menemani Agus. Mueeza selalu menyukai tidur di gundukan tanah tempat Agus beristirahat. Tiap adzan, Mueeza selalu mengeong bak kucing Nabi Muhammad. Ya, Nabi Muhammad sangat menyukai suara kucing saat menyambut suara adzan. Mueeza dan 13 kucing lainnya, kini selalu berada di dekat Agus. Makam Agus selalu dibersihkan oleh Mueeza dan 13 kucing lainnya dari kotoran daun bunga kamboja yang mulai runtuh tertiup angin. Sambil terus mengeong tiada henti, Mueeza dan 13 kucing tersebut mengitari makam Agus seperti sedang berdoa selesai salat. Hal itu terus terjadi di setiap harinya setalah lima menit azan berkumandang.

“Miauw! Miauw! Miauw!” Mueeza mengeong dengan keras.

SELESAI

Cerita pendek ini terinspirasi dan dikembangkan dari kisah nyata Anfalazie Anuar, tukang parkir di Malaysia yang setiap hari memberi makan hewan liar.