Stilasi Bandung

Jejak Peristiwa Bandung Lautan Api Pada Stilasi Sesuai Urutan Sejarah

Penulis: Heri Setiawan

Di Kota Bandung terdapat stilasi jejak peristiwa Bandung Lautan Api yang tersebar di berbagai titik. Titik ini berjumlah sekitar 10 yang tersebar diberbagai wilayah yang ada di Kota Bandung. Mulai dari stilasi 1 yang berada di Dago hingga stilasi 10 yang berada di depan Gereja Gloria.

Jika pada umunya masyarakat Kota Bandung mengetahui keberadaan stilasi Bandung Lautan Api ini sesuai dengan urutannya, namun urutan stilasi yang ada saat ini tidaklah mengambarkan urutan akan peristiwa sejarahnya.

Berikut telah dirangkum jejak peristiwa Bandung Lautan Api dari titik stilasi ke stilasi lainnya pada urutan peristiwa sejarah.

Stilasi 1

(Kantor Berita Domei (Drie Kleur/ Bank BTPN Jl Ir H. Juanda)

Berita tentang kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II berusaha ditutupi oleh Jepang agar tidak menyebar di kalangan rakyat Indonesia, terutama para pemuda. Tindakan itu gagal, Indonesia tetap merdeka, para pemuda kantor berita ini langsung memuatnya dalam Buletin Berita Domei. Para wartawan surat kabar Tjahaja di Bandung menyambut gembira berita ini.

Rencana mereka akan memuat berita proklamasi di halaman depan tetapi rencana ini gagal karena tercium pihak Jepang. Akhirnya para wartawan menuliskan berita proklamasi di papan tulis dan memancangnya di depan kantor serta beredar pula selebaran berhuruf merah yang dibuat percetakan Siliwangi. Hari itu juga, berita proklamasi menyebar cepat di seluruh Kota Bandung.

Stilasi 10

NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep Mij)/ Radio Hoshokyoku, Jl Moh Toha)

Peristiwa pembacaan teks proklamasi dan berita kemerdekaan Indonesia berhasil diterima Kantor Berita Domei di Bandung melalui kawat. Setelah sempat dimuat dalam Buletin Berita Domei, berita ini sempat menyebar di Bandung. Tapi sayang hanya berlangsung singkat karena tercium Jepang. Melalui Hoshokyoku (Radio jepang) di Bandung, diumumkan larangan penyebarluasannya, disusul berita larangan susulan dari Domei. Walaupun dilarang, sejumlah penyiar dan teknisi antara lain Sakti Alamsjah yang menemukan berita ini dari buletin Domei kemudian bertekad akan tetap menyiarkannya jam 19.00 malam waktu Jawa.

Siaran dalam bahasa Indonesia & Inggris tersebut diulang pukul 20.00, 21.00 dan 22.00. Siaran radio pembacaan proklamasi ini ternyata dapat ditangkap di Amerika Serikat secara beranting. Akhirnya Proklamasi berhasil disiarkan ke seluruh dunia. Dan dalam siaran malam itu, para pemuda tidak lagi menggunakan panggilan “Bandung Hoshokyoku”. Untuk pertama kalinya, panggilan yang digunakan adalah “Radio Republik Indonesia”.

Stilasi 2

(Gedung Denis Bank Jabar JL. Braga)

Proklamasi menimbulkan semangat yang tinggi di kalangan rakyat. Antara lain diwujudkan dengan pengambilalihan berbagai instansi dan instalasi, diantaranya Kantor Pos, Telefon & Telegraf (PTT); Stasiun Radio, Kantor Jawatan Kereta Api (DKA) dan Pabrik Senjata (ACW/AI). Jika cara diplomasi gagal, tak jarang dilakukan dengan cara paksa. Di kantor-kantor itu, Hinomaru diturunkan dan diganti Merah Putih. Aksi ini ternyata menyebar ke seluruh kota seperti yang terjadi di Gedung DENIS di Jl Braga. Oktober 1945.

Di tengah perkelahian antara pemuda dan ex-interniran Belanda di Gedung DENIS (De Eerste Nederlands Indische Spaarkas en Hypotheekbank), sejumlah pemuda naik ke atap gedung dan bergerak ke menara yang mengibarkan bendera Belanda. Dua di antaranya, Endang Karmas & Mulyono. Keduanya berlari di atap, memanjat menara kemudian memanjat tiang bendera. Walaupun ada kendala karena saat memanjat tiang bendera mendengan suara letusan senjata tapi akhirnya dapat diraihnya sebilah bayonet, dan dirobek-robeknya bagian biru bendera. Dan digantikannya oleh bendera Merah Putih.

Stilasi 3

(Gedung NILLMIJ (Ged. Asuransi Jiwasraya)

Pembentukan Tentara Keamanan Rakjat (TKR) Komandemen I jawa Barat dibagi menjadi tiga divisi. Salah satunya adalah Divisi III yang meliputi Keresidenan Bandung. Divisi yang semula dipimpin Kol. Arudji Kartawinata ini pada Oktober 1945 kemudian beralih ke Kol. A.H. Nasution. Pada saat yang sama, di Bandung dibentuk Resimen 8 yang dipimpin LetKol Omon Abdurrahman. Resimen 8 ini bermarkas di gedung NederlandschIndische Levensvezekerings en Liffrente Maatschappij (NILLMIJ), sekarang Gedung Asuransi Jiwasraya di sisi Utara alun-alun Bandung.

Resimen ini memiliki 6 batalyon, yang masing-masing bermarkas di Cikakak, Tegallega, Cicadas, Ujung Berung – Cicalengka, Gedebage dan Lembang. 13 Oktober 1945 pukul 9 pagi, saat pimpinan TKR sedang melakukan rapat di gedung ini, tiba-tiba muncul konvoi pasukan komando Inggris. Karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya, kedatangan mereka dicurigai oleh semua badan perjuangan. Meskipun mereka mengaku memiliki maksud baik untuk mengatur tentara Jepang dan membebaskan para interniran Belanda. Saat bumi hangus dimulai pada peristiwa Bandung Lautan Api, gedung NILLMIJ ini menjadi salah satu gedung yang dibakar pertama kali.

Stilasi 7

(Pertigaan Lengkong Dalam – Lengkong Tengah)

25 November 1945, terjadi banjir besar di Ci Kapundung. Saat banjir terjadi, sejumlah tentara Gurkha yang berada di sekitar Hotel Homann hanya menonton saja tanpa berupaya menolong. Sejumlah pemuda berusaha merebut senjata dari tentara-tentara Gurkha ini. Ketika banjir belum membesar, penduduk kampung memberi peringatan dengan bunyi kentongan bersahut-sahutan. Namun Inggris menyangka bunyi ini sebagai tanda serangan. Bunyi kentongan dan usaha perebutan senjata membuat Inggris marah.

Tentara Gurkha dan NICA menyerang para pejuang dan penduduk dengan membabi buta. Tembakan dan mortir berjatuhan, antara lain dari Hotel Homann. Akibatnya sangat mengenaskan. Penduduk yang masih panik karena banjir banyak yang menjadi korban serangan. Korban di pihak rakyat berjatuhan, baik akibat banjir maupun akibat serangan Inggris dan NICA. Setelah banjir reda, tampak mayat-mayat penuh lumpur bergelimpangan di mana-mana. Penduduk beramai-ramai mengumpulkan mayat dan menguburkannya tanpa identitas. Muncul juga desas-desus bahwa banjir terjadi akibat tanggul di Bandung Utara dibobol NICA.

Stilasi 8

(Jembatan Baru (Jl Lengkong)

2 Desember 1945 jam 10.00 pagi, Inggris berencana membebaskan interniran di daerah Lengkong. Karena pasukan Inggris dan para pejuang saling tidak percaya – antara lain sebagai akibat dari polirik devide et impera NICA -, maka Inggris mengerahkan persenjataan berat ke daerah Lengkong. Terjadilah pertempuran besar. Saat Inggris menyerang ke jurusan Lengkong ini, para pejuang bertahan di Jembatan Baru dari jam 08.00-14.00. Namun akhirnya kalah kuat karena musuh dibantu serangan pesawat tempur. Pesawat pembom Inggris membombardir daerah Lengkong & Lengkong Tengah. Banyak rumah dan gedung yang hancur. Puluhan penduduk sipil tewas.

Pemboman ini tentu saja semakin meningkatkan kebencian rakyat kepada Inggris. Belum habis kemarahan para pejuang, pada 6 Desember 1945 jam 7.00 pagi Inggris kembali melancarkan serangan darat dan udara dengan pesawat B25 & Mustang ke markas-markas pasukan Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Lengkong, Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Grote Postweg / Jl Asia Afika, dan Barisan Merah Putih (BMP) di daerah Ciateul. Dengan bantuan 200 pasukan Hisbullah pimpinan Husein Syah para pejuang terus melawan. Pertempuran berjalan tidak seimbang sehingga banyak pejuang yang gugur. 

Stilasi 4

(Simpangsteeg No 7 (Jl Simpang)

Walaupun telah diultimatum AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies), gangguan para pejuang terhadap Inggris (dan NICA) di Bandung tetap ada. 17 Maret 1946 LetJen Montagu Stophord, Panglima Tertinggi AFNEI memberi ultimatum kedua kepada PM Sjahrir supaya pasukan RI meninggalkan Bandung Selatan sejauh 11 km dari pusat kota. Hanya pemerintah sipil, polisi dan warga sipil yang boleh tetap tinggal. Batas ultimatum adalah 24 Maret 1946 pukul 24.00. Ultimatum kedua ini disiarkan melalui radio dan penyebaran pamflet dari udara di Bandung Selatan yang membuat marah pemuda pejuang.

Sjahrir lalu mengutus MayJen Didi Kartasasmita (Panglima Komandemen Jawa Barat) dan Mr Sjafrudin Prawiranegara (Menteri Muda Keuangan) ke Bandung. Sjafrudin berunding dengan para pemimpin pejuang, sedangkan Didi diajak meninjau kondisi kerusakan akibat serangan pejuang di seputar kota. Sejak kedatangan kedua utusan PM Sjahrir itu, para pemimpin pejuang telah mengadakan pertemuan untuk membahas ultimatum. Pada 22 Maret 1946, diadakan rapat di Simpangsteeg No 7 dipimpin Komandan Resimen 8 LetKol Omon Abdurrahman. Dalam rapat ini muncul keinginan untuk meneruskan pertempuran.

Stilasi 5

(SD Dewi Sartika Oto Iskandardinata – Kautamaan Istri)

Situs ini dahulu digunakan sebagai dapur umum bagi Tentara Kemanan Rakyat (TKR) dan para pemuda pejuang dari berbagai laskar lainnya. Dapur umum ini dikelola oleh Laskar Wanita (Laswi) yang tediri dari para pemudi yang berjuang di garis belakang. Selain dapur umum, Laskar Wanita juga ikut berjuang di garis depan sebagai laskar medik. Ada juga anggotanya yang ikut bertempur melawan tentara Inggris. Tentara Gurkha –pasukan Inggris dari India– kala itu sangat ditakuti para pejuang umumnya.

Tapi dalam pertempuran di Bandung, justru beberapa kepala Gurkha berhasil ditebas pedang para pejuang wanita. Tidak hanya Susilowati yang memenggal dan menyerahkan kepala tentara Gurkha kepada Nasution. Willy, seorang pejuang Laswi juga pernah memenggal kepala tentara Gurkha. Lalu diserahkannya kepala itu kepada komanda Laswi, Sumirah Yati. Sama seperti pejuang pria, para pejuang wanita ini bertempur bahu-membahu menangkis serangan Inggris. Keberanian telah menjadi citra tersendiri di kalangan pejuang selama perang berlangsung di Bandung.

Stilasi 6

(Rumah & Markas Kol. Nasution (Jl Dewi Sartika, samping Pendopo)

Panglima Div III Kol Nasution melakukan sejumlah persiapan untuk melaksanakan perintah PM Sjahrir, mundur ke Selatan Bandung. Namun Kol. Nasution menegaskan jika Tentara Republik Indonesia (TRI) mundur, rakyatpun ikut mundur. Sementara itu, muncul kawat tanpa pengirim dari Yogyakarta (diduga dari Jend. Sudirman) yang berisi perintah “Pertahankan setiap jengkal daerah Republik sampai titik darah penghabisan”.

Karena ada dua perintah berbeda, maka di Bandung muncul dua kelompok yang berbeda. Untuk memutuskannya, pada 24 Maret di Markas Divisi III (sekaligus rumah Nasution) ini diadakan rapat para pimpinan pejuang. Akhirnya sebagai panglima divisi III, Nasution mengambil keputusan untuk mematuhi pemerintah pusat, namun tidak akan menyerahkan Bandung bulat-bulat. Bandung Selatan akan dibumi hanguskan.

Mengingat kekuatan yang ada sangat tidak seimbang (10.000 pejuang + 100 pucuk senjata vs 12.000 tentara Inggris & Belanda + senjata lengkap), maka demi menghindari banyak korban dari rakyat, melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoeangan Priangan (MP3) Panglima Div III akhirnya memutuskan & mengumumkan via RRI pada 24 Maret 1946:

1. Semua pegawai+rakyat harus keluar sblm 24.00.

2. Tentara melakukan bumi hangus.

3. Sesudah matahari terbenam, Bandung Utara diserang pasukan TRI dari Utara.

Pasukan TRI di Selatan melakukan infiltrasi & bumi hangus. Bumi hangus akan ditandai dengan peledakkan Indische Restaurant di ujung Jl Regentsweg, (sekarang Bank BRI di Alun-Alun) jam 24.00.

Stilasi 9

SD ASMI (Jl Asmi)

Sebelum peristiwa Bandung Lautan Api terjadi, SD ASMI sempat menjadi markas para pemuda pejuang. Gedung ini dipakai sebagai markas oleh Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) dan Barisan Rakjat Indonesia (BRI). Kol. (Purn) Daeng kosasih Ardiwinata sempat berujar bahwa keakraban kedua organisasi pejuang itu ditunjukkan dengan tukar menukar senjata. Saat perintah mengungsi dan bumi hangus diumumkan oleh Panglima Div III Kol. Nasution, gedung inipun ditinggalkan penghuninya mengungsi.