Pahlawan yang Pernah Berjuang dan Tinggal di Bandung

5 Pahlawan yang Pernah Berjuang dan Tinggal di Bandung

Setiap tanggal 24 Maret diperingati Bandung Lautan Api yang dilatar belakangi oleh pertempuran antara pahlawan Indonesia melawan penjajah Belanda. Para pahlawan dari Kota Bandung senantiasa berjuang hingga titik darah penghabisan untuk melawan penjajah dan meraih kemerdekaan Indonesia.

Bandung sendiri dikenal sebagai salah satu kota yang menjadi salah satu pusat perjuangan para pahlawan di Indonesia. Banyak pahlawan yang berasal dari dalam dan luar Bandung  yang menyumbangkan mulai dari pemikiran hingga perlawanan melawan penjajah.

Untuk mengenang kembali perjuangan pahlawan – pahlawan tersebut, berikut telah dirangkum 5 pahlawan yang pernah berjuang dan tinggal di Bandung untuk kemerdekaan dan kemajuan Indonesia.

1. Abdoel Moeis

Pahlawan yang Pernah Berjuang dan Tinggal di Bandung

Abdoel Moeis menjalani pendidikan di Europees Lagere School (ELS), lulus dari Kleinambtenaarsexamen (Amtenar Kecil), dan tiga tahun di Stovia (sekolah dokter) Jakarta. Karena sangat pandai berbahasa Belanda, ia diangkat menjadi klerk di departemen itu pada tahun 1903, tetapi karena ia tidak disukai oleh pegawai-pegawai Belanda di departemen itu, pada tahun 1905 ia keluar. Ketidaksukaan pegawai Belanda terhadapnya disebabkan oleh sifat patriotik yang diperlihatkannya di depan para pegawai Belanda itu.

Abdoel Moeis pindah ke Bandung dan menjadi sangat aktif di kota ini. Mula-mula ia bekerja di surat kabar Preanger Bode. Tahun 1916 Abdoel Moeis memimpin Surat Kabar Neraca, bersama dengan Haji Agoes Salim. Surat kabar yang cukup terkemuka ini menyuarakan haluan politik Sarikat Islam. Tahun 1922 ia diangkat menjadi Ketua Pengurus Besar Buruh Pegadaian.

Tahun 1945 gembira  sekali hati Abdoel Moeis Ketika mendengar kabar bahwa  Indonesia  sudah merdeka. Saat itu usianya 62 tahun. Pada tahun 1946 Abdoel Moeis menerima  surat dari Presiden Soekarno yang isinya bahwa ia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Tanggal 17 Juni 1959, Abdoel Moeis menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ketika itu usianya 76 tahun. Abdoel Moeis dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.

Pada bulan Agustus 1959, Abdoel Moeis diberi gelar sebagai Pahlawan Nasional pertama oleh Presiden Soekarno, dengan Surat Keputusan (SK) Presiden Republik Indonesia No. 2183/59, tanggal 30 Agustus 1959. Di Bandung, namanya dikenal menjadi salah satu nama jalan dan terminal di sebelah selatan kompleks Alun-alun Bandung, yaitu Jalan dan Terminal Abdoel Moeis.

2. Danudirja Setiabudi

Pahlawan yang Pernah Berjuang dan Tinggal di Bandung

Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker atau umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi, adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia. Nama Danudirja Setiabudi ini merupakan nama pemberian Bung Karno, Danu berarti banteng, Dirjo berarti kuat dan tangguh, sedangkan Setiabudi berarti berbudi setia.

Pada tahun 1912 Danudirja Setiabudi bersama-sama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat mendirikan partai berhaluan nasionalis inklusif bernama Indische Partij (“Partai Hindia”) di Bandung. Pada tahun 1924 di Bandung  Danudirja mengubah MULO menjadi Her Ksatrian Instituut. Dalam dokumen akta pendirianya tercantum nama Danudirja Setiabudi, P.Ph.P Westerloo, J.E.Folkens, Tjipto Mangonkusumo, A.Coomans Mangonkoesoemo dan P.E.Dakter. sekolah ini berdiri untuk menyiapkan para kesatria untuk mewujudkan kemerdekaan bagi Hinda-Belanda atau Indonesia.

Ernest Douwes Dekker wafat dini hari tanggal 28 Agustus 1950 (tertulis di batu nisannya; 29 Agustus 1950 versi van der Veur, 2006) dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung. Atas jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia melalui presiden Soekarno pada tanggal 9 november 1961 mengeluarkan Kepres No. 590 tahun 1961 mengenai penetapan Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi sebagai Pahlawan Nasional.

3. Gatot Mangkoepradja

Pahlawan yang Pernah Berjuang dan Tinggal di Bandung

Gatot Mangkoepradja adalah pahlawan nasional Indonesia yang lahir pada 15 Desember 1898 di Kampung Citamiang, Panjunan, Sumedang. Gatot mengenyam pendidikan formal di Frobel School (Taman Kanak-Kanak) NY. Westenenk di Sumedang. la kemudian masuk Europeesche Lagere School (EIS) pada tahun 1905 di Bandung.

Pada 1926 Gatot Mangkoepradja aktif dalam Algemene Studie Club Bandung. Di sinilah ia pertama kali bertemu Soekarno. Walau mereka sebaya, Gatot sangat mengidolakan Bung Karno.Setahun kemudian, ia membantu Soekarno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia, kelak berubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Soekarno menjadi ketua, sedangkan Gatot menjadi sekretaris pusat.

Pada 4 Oktober 1968 Raden Gatot Mangkoepradja meninggal dunia di Bandung, dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Sirnaraga, Bandung. Pada tahun 2004, Pemerintah RI memberikan penghargaan tertinggi atas jasa-jasanya kepada bangsa dan negara ini dengan mengangkat Gatot Mangkoepradja sebagai pahlawan nasional, dengan Keppres RI No. 089/TK/ Tahun 2004 tertanggal 5 November 2004 yang ditandatangani oleh Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono.

4. Inggit Garnasih

Pahlawan yang Pernah Berjuang dan Tinggal di Bandung

Pada tanggal 17 Februari 1888 di Desa Kamasan, Banjaran, Kabupaten Bandung telah lahir seorang bayi cantik dari keluarga petani sederhana yang sangat disegani, mereka adalah Bapak Ardjipan dan Ibu Amsi. Bayi itu diberi nama Garnasih. Garnasih tumbuh besar dengan parasnya yang cantik. Pada umur 12 tahun Inggit Garnasih dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang patih di Karesidenan Priangan yang bernama Nata Atmadja. Tak lama kemudian, pernikahan mereka pun pupus di tengah jalan.

Setelah bercerai dengan Nata Atmadja, Inggit kembali pada cinta masa lalunya dengan H. Sanoesi dan menikah pada tahun 1916. Pada tahun 1921, Sanoesi dan Inggit mendapat sebuah surat dari HOS Tjokroaminoto yang akan menitipkan menantunya, Soekarno, untuk bersekolah di Technische Hoogeschool (sekarang ITB) Bandung.

Soekarno menikah dengan Inggit pada 24 Maret 1923 di rumah  orang tua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung. Pernikahan mereka dikukuhkan dengan Soerat Keterangan Kawin No. 1138 tertanggal 24 Maret 1923, bermaterai 15 sen, dan berbahasa Sunda. Saat itu usia Soekarno meninjak usia 22 tahun dan Inggit berusia 35 tahun.

Inggit mendampingi Soekarno, baik dalam menyelesaikan sekolahnya maupun saat berpidato di depan publik. Inggit ikut kemana pun Soekarno pergi dan menjadi penerjemah saat suaminya memberikan kursus politik di masyarakat Sunda di pinggiran Kota Bandung. Di masa menjadi Presiden RI, Soekarno pernah mengunjungi Inggit Garnasih di rumahnya setelah berpisah lebih dari 20 tahun, Soekarno meminta maaf kepada Inggit atas semua kesalahannya yang telah menyakiti hati. Inggit berpulang di usia 96 tahun. Jalan yang ditempuh Inggit Garnasih adalah jalan yang tak bertabur bunga. Inggit dimakamkan di TPU Caringin, Bandung. Untuk mengenang jasanya, di jalan kediaman Inggit dijadikan museum dan nama jalannya menjadi Inggit Garnasih.

5. Maskoen Soemadiredja

Pahlawan yang Pernah Berjuang dan Tinggal di Bandung

Maskoen Soemadiredja adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Jawa Barat yang lahir di Bandung, Jawa Barat pada 25 Mei 1907. Sejak tahun 1927, Maskoen sudah aktif dalam pergerakan politik untuk berjuang mewujudkan kemerdekaan negara Indonesia. Karena itu ia bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dipimpin oleh Ir. Soekarno.

Aksi Maskoen memang dianggap cukup meresahkan bangsa Hindia Belanda, beberapa bulan bebas dari sel penjara di Banceuy, ia harus menjalani hukuman kurungan kembali di tahun 1930. Kali ini ia bersama Ir. Soekarno, Gatot Mangkoepraja dan Soepridinata dikirim ke penjara Soekamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Maskoen memang “orang besar”. Perjuangan panjangnya tidak pernah berhenti hingga akhir hayatnya. Pantaslah jika rumah dukanya dikunjungi oleh para pejabat negara hingga Presiden RI Soeharto dan Wakil Presiden RI Soedharmono beserta istri. Presiden Soeharto menganugerahkan Bintang Mahaputra Utama sebagai penghargaan atas jasa-jasanya Maskoen terhadap bangsa dan negara.

Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya kepada bangsa dan negara Republik Indonesia, selama hidupnya hingga wafat, Maskoen Soemadiredja telah menerima tanda jasa berupa Satya Lencana Perintis Kemerdekaan, Satya Lencana Perjuangan Kemerdekaan, dan Bintang Mahaputra Utama. Dan pada tahun 2004, Pemerintah RI memberikan penghargaan tertinggi atas jasa-jasanya kepada bangsa dan ncgara ini dengan mengangkatnya sebagai pahlawan nasional, dengan Keppres R.I. no. 089/TK/ Tahun 2004 tertanggal 5 November 2004, yang ditandacangani oleh Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono.

Selain nama – nama pahlawan di atas, ada banyak lagi pahlawan yang pernah berjuang dan tinggal di Bandung yang akan dibahas di permbahasan selanjutnya. Ditunggu terus ya.

Ditulis oleh : Farly Mochamad, Mahasiswa Teknik Infomatika, Universitas Komputer Indonesia.