Kata-Kata Mutiara Amigdala

36 Kata-Kata Mutiara Amigdala dari Lirik Lagu, Pelantun Kau Bukan Rumah



Amigdala merupakan band yang didirikan di Bandung tahun 2016 beranggotakan Andari (Vokal), Isa (Gitar & vokal), Iqbal (Bass), dan Junet (Drum). Dengan genre indie folk ini memulai rilis single mereka bertajuk “Kukira Kau Rumah” tahun 2017.

Band dengan lagu yang membawa pendengarnya ke ruang imajinasi ini berhasil memancing emosi dengan melodi yang nyata. Lewat lagu-lagunya memvisualisasikan puisi di kehidupan nyata kita, seperti “kau cuma singgah atau aku yang terlampau sungguh?” dalam lagu “Balada Puan”.

Penasaran apa saja Kata-Kata Mutiara Amigdala Dari Lirik Lagu? di bawah ini telah Memora.id tuliskan untuk kamu Kata-Kata Mutiara Amigdala Dari Lirik Lagu.

Kata-Kata Mutiara Amigdala

Kata-Kata Mutiara Amigdala

Berikut Kata-Kata Mutiara Amigdala:

1. “Kau datang tatkala sinar senjaku telah redup, dan pamit ketika purnamaku penuh seutuhnya.” – Amigdala (Kau Bukan Rumah)

2. “Kau yang singgah tapi tak sungguh.” – Amigdala (Kau Bukan Rumah)

3. “Kukira kau rumah, nyatanya kau cuma aku sewa.” – Amigdala (Kau Bukan Rumah)

4. “Dari tubuh seorang perempuan yang memintamu untuk pulang, kau bukan rumah.” – Amigdala (Kau Bukan Rumah)

5. “Aku, dingin. Dan kau makin semarak menuang cuka di atas luka.” – Amigdala (Tuhan Sebut Sia-Sia)

6. “Aku mendakimu jauh sampai patah kaki, sedang kau mati suri berdendang sendiri.” – Amigdala (Tuhan Sebut Sia-Sia)

7. “Sejak itu Tuhan sebut kita sia-sia.” – Amigdala (Tuhan Sebut Sia-Sia)

8. “Kau dan segala cerita ini, adalah igauan yang tak henti-hentinya minta diberi obat penenang.” – Amigdala (Balada Puan)

9. “Punggungmu adalah bukit yang saban hari tak kunjung selesai kudaki, sampai aku patah kaki sementara kau pura-pura mati.” – Amigdala (Balada Puan)

10. “Kau yang cuma singgah, atau aku yang terlampau sungguh?.” – Amigdala (Balada Puan)

11. “Kepalaku puisi yang tidak pernah mampu membaca tanda baca di matamu. Tanda titik, ataukah tanda jeda yang berkepanjangan.” – Amigdala (Balada Puan)

12. “Tidak pernah ada rumah, peta tidak mengenal alamatmu, berkelok, dan terlalu banyak persimpangan.” – Amigdala (Balada Puan)

13. “Ada dawai-dawai yang tak bisa dipetik, dan dibiarkan bergeming dalam hati manusia.” – Amigdala (Belenggu)

14. “Ada binatang jalang yang tak bisa dilawan, dan dibiarkan menari liar dalam tubuh manusia.” – Amigdala (Belenggu)

15. “Di sesak dada, dikering luka, di sisa rindu, atau di ambang pilu.” – Amigdala (Belenggu)

16. “Jangan mau ‘tuk mengalir, sebab nanti kau akan terbawa arus.” – Amigdala (Di Ambang Karam)

17. “Jangan mau ‘tuk berjalan, sebab nanti kau akan hilang arah, lalu tinggalah kau sendiri.” – Amigdala (Di Ambang Karam)

18. “Dia bilang mengalir saja. Mengalir, mengalir. Lalu hanyut dan hilang.” – Amigdala (Di Ambang Karam)

Kata-Kata Mutiara Amigdala

Kata-Kata Mutiara Amigdala

Berikut Kata-Kata Mutiara Amigdala.

19. “Saat kau ragu arah tuju, di situlah kau mulai terbawa arus, dalam kamu kian tergerus.” – Amigdala (Di Ambang Karam)

20. “Senja sudah lewat, dan malam mulai pekat. Saatnya rindu, berbaris masuk kelas untuk belajar.” – Amigdala (Kata Ibu Rindu)

21. “Kukumu panjang kata Ibu rindu, ini karena memang tak pernah dipangkas.” – Amigdala (Kata Ibu Rindu)

22. “Tapi Ibu rindu memang benar, rindu harus dibayar tuntas. Seperti kuku panjang yang mesti dipangkas, tiap kali hendak masuk kelas.” – Amigdala (Kata Ibu Rindu)

23. “Anak kecil yang setiap sore, mengetuk pintu rumahmu. Itu adalah isi kepalaku sepuluh tahun lalu.” – Amigdala (Menjadi Batu)

24. “Dia bilang takkan keluar, sebab pundakmu sudah menempuh ratusan musim.” – Amigdala (Menjadi Batu)

25. “Bahkan hujan terus mencoba, memenuhi undangan mendung. Sementara kau tak juga tandangi kedatanganku.” – Amigdala (Menjadi Batu)

26. “Tuan kau lihai sekali membelai luka, mengabadi duka. Bahwa tubuhmu kini kian kuat, menempa dusta yang mengental bertahun-tahun.” – Amigdala (Lara Bercerita)

27. “Tuan kau lihai sekali memanipulasi rasa. Menjadikan tubuh perempuan itu tawanan. Tanpa kepastian.” – Amigdala (Lara Bercerita)

28. “Apa cinta memang perihal menciptakan, dan memelihara lara?.” – Amigdala (Lara Bercerita)

29. “Dan hidup hanya sebuah cerita, tentang meninggalkan dan yang ditinggalkan.” – Amigdala (Lara Bercerita)

30. “Ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, yaitu perempuan yang disetubuhi rindu. Dan rela tidak dibayar.” – Amigdala (Ada Yang Lebih Tabah Dari Hujan Bulan Juni)

31. “Mungkin pilu mesti meranggas, biar terlihat sakitnya oleh mata-mata. Dan tubuh yang takut akan mati.” – Amigdala (Ada Yang Lebih Tabah Dari Hujan Bulan Juni)

32. “Mungkin luka mesti menganga, biar terlihat sakitnya oleh angin malam. Yang lebih suka mencumbui kaki gunung.” – Amigdala (Ada Yang Lebih Tabah Dari Hujan Bulan Juni)

33. “Atau aku mesti berdarah biar terlihat sakitnya oleh kau. Yang setiap malam menyeduh namaku dan namanya, untuk kau nikmati bersama.” – Amigdala (Ada Yang Lebih Tabah Dari Hujan Bulan Juni)

34. “Kau tau bagian paling indah, sekaligus menyakitkan ketika kau pergi adalah. Ketika rindu mulai berlari kencang.” – Amigdala (Ada Yang Lebih Tabah Dari Hujan Bulan Juni)

35. “Kelak ketika aku mati, tak akan ada namaku atau nama ayahku. Yang tertera di atas batu nisanku, melainkan hanya ada sejumput kalimat. Yang terukir dari darahku sendiri.” – Amigdala (Ada Yang Lebih Tabah Dari Hujan Bulan Juni)

36. “Di sini, di bawah tanah ini, tergeletak jasad seorang perempuan. Yang semasa hidupnya acap kali disetubuhi rindu, tapi selalu rela, tapi selalu rela tidak dibayar.” – Amigdala (Ada Yang Lebih Tabah Dari Hujan Bulan Juni)