Cerpen: Kamera ; Sebuah Mata dan Hatiku

[cerpen ini termasuk potongan dari novel Jejak Langkah yang Kau Tinggal karya Putra Marenda yang terbit pada 2016 melalui penerbit Ellunar]

….

“Ariyani…”

Aku memanggil seorang wanita yang sedang asik bercengkrama dengan lautan. Dengan menelentangkan kedua tangannya, wanita itu seperti tak memperdulikanku. Aku pun tersenyum melihatnya.

Namanya Ariyani. Kami sudah berteman sejak masa SMA, dan anehnya kami selalu satu kelas. Aneh lagi, kami pun berada di satu kampus, satu jurusan, dan satu kelas lagi untuk keempat kalinya.

“Ariyani…” Panggilku lagi.

Ariyani menengok ke belakang, dan seketika aku memotretnya.

“Praka! Kau curang” Ariyani mendekatiku, aku pun menghindar dengan tertawa gelak disetiap gerakan ku. Kau sangat lucu Ariyani.

Kami terus bersama bukan berarti hati kita juga berlindung dihati yang sama. Kami tidak pacaran. Kami sebatas teman. Walau sebenarnya aku menyukainya. Menyukai Ariyani sejak pertama aku bertemu dengannya. Cinta pada pandangan pertama ? Ya.

“Aku jelek banget, pokoknya hapus!”

Kau tau Ariyani, kau begitu menggemaskan ketika berbicara apalagi sedang cemberut seperti ini. Aku kembali tersenyum dalam hati Ariyani.

“Hapus!”

“Sudah aku hapus nona Rowling” aku menunjukan kamera ku ke Ariyani, membuktikan bahwa aku telah menghapus foto tersebut.

Oh ya, aku biasa memanggil Ariyani dengan sebutan nona Rowling. Jadi gini alasannya kenapa aku bisa memanggilnya seperti itu. Dulu aku pernah bermain ke rumah Ariyani waktu kerja kelompok, dan aku melihat tumpukan novel Harry Potter yang amat banyak. Aku pun sudah pusing melihat novel yang begitu tebalnya berada dirak buku Ariyani. Pertanyaan seketika muncul di pemikiranku, “Kok bisa Ariyani menyukai buku-buku setebal itu, apa terbaca semua buku-buku itu, apa dia tidak mual membacanya ?.” Batinku ketika itu, jujur aku orangnya tak suka membaca, bagiku membaca, apalagi sastra itu hal yang sangat menyebalkan, kata-katanya begitu rumit.

“Praka, foto aku” Ariyani berujar yang membuat jantungku berdegub tak teratur.

Aku kemudian memotretnya. Kemudian aku lihat hasilnya.

Ariyani kau cantik.

“Ah, Indahnya alam ini Praka!” Ariyani berlari-lari diantara pasir-pasir di Pantai Indrayanti. Aku bisa melihat dengan  jelas, betapa senangnya Ariyani sore hari ini. Wajahnya begitu memancar kesenangan. Melihat hal tersebut aku pun juga turut senang. Hatiku pun juga ikut senang. Ralat, hatiku bukan kali ini saja senang, melainkan setiap saat ketika aku dekat dengan Ariyani.

Aku lihat lagi foto-foto Ariyani dikamera ku. Aku usap wajah Ariyani dalam kamera ku itu.

Aku menyukai mu Ariyani….

 Jantungku tanpa ku komando berbicara sendiri dengan lantang yang membuatku tersenyum simpul saja melihatnya.

Ariyani, ariyani

………………….

Kaki-kaki ku lelah setelah seharian berjalan diatas pasir. Namun mataku seperti tak lelah melihat foto-foto dikamera. Dan itu foto-fotomu yang aku pandang Ariyani.

Aku menyukaimu sudah sangat lama.

Aku mengelus-ngelus fotomu lagi dikameraku dan tersenyum miris dalam hati. Kemudian dengan menatap foto-fotomu, mataku mulai lelah, dan aku tertidur dengan memeluk kamera ku, memandang foto-fotomu.

…………………

Paginya, aku terbangun dan terkaget ketika kameraku tak ada dipelukanku. Kemudian aku liat pintu yang memang terbuka, aku lupa kunci kamarku semalam.

“Bagaimana ini!”

Keringat dingin mulai keluar, aku panik. Di tengah kepanikan ku tiba-tiba aku menginjak secarik kertas. Aku ambil kertas tersebut dan membacanya.

“Buka pintu utama kost mu”

Aku gemetar membacanya, dan aku segera berlari menuju pintu utama kost ku, tanpa memperdulikan penampilanku yang seadanya dengan kaos oblong dan celana pendek saja.

Sampai disana, kemudian aku membuka pintu nya.

“Selamat ulang tahun!” aku terkaget dengan ucapan serempak teman-teman kuliahku, yang disertai dengan suara berisik terompet. Aku sangat-sangat kaget. Aku tak menyangka mendapatkan surprise semacam ini. Tapi kemudian hatiku berbicara, mana Ariyani ?

Sinar Flash kemudian mengagetkan pandanganku. Pandanganku seperti kabur dalam beberapa detik, kemudian menjadi nyata lagi. Setelah nyata lagi, kemudian aku tersenyum ternyata yang memotret diriku ialah Ariyani yang juga sedang membawa kamera ku di tangannya. Aku tersenyum.

“Selamat ulang tahun ya Praka, maaf mengambil kamera mu diam-diam, habis kamarmu gak dikunci sih” Ariyani memberikan kameranya ke aku. Aku tak bisa berbicara, hanya tersenyum tanda benar-benar bahagia.

Habis itu aku tiup kue tart yang tertancap angka 19 tanda umurku segitu. Aku tersenyum sekali lagi memandang kue tart yang sudah tak menyala api dililin-lilinnya. Kemudian aku memandang Ariyani sekali lagi.

Terima kasih Ariyani, walau kau tak menjadi seorang pacarku tapi kau tak lupa dengan ulang tahunku. Terima kasih Ariyani. Setidaknya aku bersyukur, aku tak pernah melukaimu, tak pernah menyakitimu.

Aku potret Ariyani sekali lagi.

Ariyani kau kameraku. Mata dan hatiku ada disana.

Ariyani biarlah sampai kapanpun kita seperti ini

Ariyani aku pengagum rahasiamu

Ariyani aku akan menjagamu

Ariyani kau mata dan hatiku

Ariyani Ariyani dan Ariyani….