Gaya Arsitektur Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung

Gaya Arsitektur Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung

Penulis: Heri Setiawan

Bandung merupakan salah satu kota yang didirikan pada masa Pemerintah Kolonial Belanda. Kesejukan dan kesuburan tanah kawasan Kota Bandung memiliki daya tarik tersendiri sehingga Pemerintah Belanda berniat untuk memindahkan ibu kota Hindia Belanda ke Bandung dengan memulai pembangunan gedung-gedung sebagai pelengkap sarana kota yang indah dengan desain arsitektur mempesona.

Salah satu keindahan tersebut tergambar dalam perkembangan arsitektur bangunan cagar budaya yang masih berdiri kokoh di Kota Bandung. Bangunan – bangunan ini sudah bertahan sejak puluhan hingga ratusan tahun serta masih bisa dilihat dan dinikmati hingga saat ini.

Perkembangan arsitektur bangunan di Kota Bandung dipengaruhi oleh arsitektur kolonial bekas penjajahan Belanda. Banyaknya karya arsitektur kolonial di Bandung berawal dari kebijakan Gubernur Jenderal J.P. de Graaf van Limburg Stirum yang ingin memindahkan ibu kota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung karena lebih nyaman untuk ditinggali.

Gaya arsitektur Indo-Eropa pun muncul berkat banyaknya arsitek dari Belanda yang mendesain tata Kota Bandung. Konsep Akulturasi budaya yang harmonis pun terjadi dalam karya-karya arsitektur Indo-Eropa di Bandung karena dirancang melalui tangan dingin arsitek-arsitek besar Hindia-Belanda dengan menyesuaikan kondisi iklim kota.

Hadirnya berbagai konsep arsitektur bangunan di bandung, tidak lepas dari kondisi geografis Bandung sebagai daerah beriklim tropis.  Sehingga respons terhadap iklim itu sangat terasa terlihat dalam orientasi bangunan dan bentuknya yang mereka sebut tropische art deco.

Seluruh karya arsitek Belanda di Bandung kini seakan telah menjadi Penanda Jaman. Ada berbagai jenis gaya arsitektur bangunan dalam sejarah perkembangan Kota Bandung yang dibagi dalam berbagai bentuk jenis atau tipe seperti Memora.ID rangkum di bawah ini.

Gaya Indisch Stijl

Gaya Arsitektur Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung

Pertama ada Gaya Indisch Stijl menjadi gaya arsitektur bangunan awal di Kota Bandung. Dalam dunia akademik, gaya arsitektural ini dikenal dengan istilah Gaya Indo-Eropa (Indo-Europese) atau Gaya Hindia (Indische Stijl).

Gaya Indisch Stijl hadir untuk menggabungkan arsitektur Belanda dengan arsitektur lokal yang dimulai sejak abad ke-18. Penggabungan ini dilatarbelakangi oleh mahalnya perawatan bangunan bergaya Belanda di kawasan tropis pada abad ke-17, sehingga memaksa Belanda untuk mengikuti arsitektur pribumi. Usaha pertama diwujudkan melalui rumah-rumah desa Hindia Belanda pada abad ke-18 dan ke-19.

Gaya Indisch Stijl memiliki ciri ciri seperti tiang tiang menjulang rapi di depan dengan tampilan jendela berlapis atau juga biasa disebut dengan jalusi atau krepyak. Pintu dengan lubang angin, atap berbentuk perisai dan memiliki langit-langit yang tinggi.

Salah satu bangunan yang memiliki gaya arsitektur Indisch Stijl yang masih bisa kita saksikan saat ini ialah Gedung Pakuan yang dibangun pada tahun 1867 sebagai rumah dinas residen dan sekarang menjadi rumah kediaman Gubernur Jawa Barat.

Selain Gedung Pakuan, bangunan lainya yang memiliki gaya arsitektur Indisch Stijl seperti Gedung Kimia Farma di Jalan Braga dan Gedung Mapolrestabes Bandung yang terletak di persimpangan Jalan Merdeka.

Gaya Art Deco

Gaya Arsitektur Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung

Kedua, Gaya Art Deco. Kota Bandung termasuk dari sederetan kota-kota di dunia yang memiliki Arsitektur langgam Art-Deco yang signifikan. Langgam Art Deco yang sangat indah ini masih dapat dinikmati oleh setiap orang di zaman saat ini. Di Asia disebutkan hanya ada tiga kota yang memiliki koleksi bangunan dan kawasan dengan Arsitektur langgam Art-Deco, yaitu Shanghai, Bombay, dan Bandung.

Gaya Ornamental Deco, gaya arsitektur ini sendiri mewakili sisi modernisme yang mana seiring perkembangan waktu berubah menjadi sebuah mode. Tipe gaya arsitektur ini lebih mengedepankan keanggunaan bangunan yang melambangkan kekayaan dan kecanggihan.

Gaya Ornamental Deco menjadi salah gerakan seni serta arsitektur yang dekoratif yang muncul sekitar tahun 1920. Gaya Ornamental Deco memiliki ciri ciri, seperti struktur yang bertingkat, bentuk atap datar, bentuk bangunan sedikit ramai dari sisi eksterior serta tipe bentuk yang membentuk garis lengkungan dengan elemen-elemen bentuk ukiran bunga atau daun.

Salah satu arsitektur gaya Ornamental Deco di Kota Bandung ialah  Wolff Schoemacher, Aalbers dan Van Gallen. Bangunan karya arsitekur dengan gaya Ornamemtal Deco yang masih bisa kita jumpai di antaranya Gedung Merdeka di jalan asia afrika , gedung Majestic serta Gedung Gas Negara di jalan braga.

Gaya Streamline Deco

Gaya Arsitektur Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung

Ketiga, Arsitektur Gaya Streamline Deco di banyak diterapkan oleh Albert Frederik Aalbers, seorang arsitek Belanda yang banyak merancang gedung terkenal di Bandung. Gaya Streamline Deco memiliki ciri khas dengan lengkungan di berbagai sudut bangunan yang ter dan garis horizontal panjang.

Dalam perkembangannya arsitektur di Kota Bandung, Gaya Streamline Deco dapat dilihat dari berbagai gedung megah seperti Gaya art deco di Hotel Savoy Homann dengan ciri dekorasi garis lurus yang tumbuh dari struktur horizontal dan vertikal beton.Selain Gedung Savoy Hooman, Arsitektur dengan Gaya Streamline Deco yang di Kota Bandung yaitu Gedung Bank BJB, Gadung LKBN ANTARA, BTPN Dago serta rumah 3 warna di Dago.

Gaya Geometric Deco

Gaya Arsitektur Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung

Keempat, ada gaya arsitektur Geometric Deco. Gaya Geometric Deco ini menghadirkan desain bangunan dengan ciri memadukan unsur nusantara dengan arsitektur Eropa.

Salah satu hal yang menarik perhatian dari Gaya Geometric Deco ini ialah atap yang dimilikinya. Gaya Geometric Deco memiliki atap tumpu dengan gaya tradisional membuat citra lokal yang diambil dari berbagai macam model atap yang ada di Indonesia berpadu membentuk keserasian dengan gaya bangunan Eropa modern.

Gaya Geometric Deco dapat dilihat dari bangunan Aula Barat dan Aula Timur ITB yang dirancang oleh seorang arsitek dari Belanda, yaitu Henry Maclaine Pont pada tahun 1918. Selain Aula Barat dan Aula Timur ITB, Gaya Geometric Deco juga bisa dilihat di Villa Isola, gedung arjuna, dan mesjid Cipaganti.

Gaya Arsitektur Jenki

Gaya Arsitektur Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung

Kelima, ada gaya arsitektur Jenki. Gaya arsitektur Jenki ini  mulai berkembang dari tahun 1950 an dengan ciri khusus berupa lubang lubang ventilasi yang berbentuk bulat pada bagian interior bangunan.

Selain itu juga terdapat Pilar yang sedikit miring merupakan salah satu ciri khas arsitektur jengki serta bingkai yang terbuat dari material beton dan dibuat variasi dengan lubang-lubang bentuk persegi.

Bangunan dengan gaya jengki jika dilihat dari luar terkesan miring, namun untuk interiornya masih berbentuk kubus dengan dinding tetap tegak dan langit- langitnya masih datar.

Gaya arsitektur jengki, juga kerap disebut dengan gaya arsitektur kubisme seperti pada bangunan Gedung BPI yang dibangun pada November 1953 oleh arsitek asal Austria, Ir. Albertus Wilhelm Gmelig Meyling.